ARTI SAKIT HATI
Sebenarnya dari mana datangnya sakit hati? dari kata-kata pedas orang lain atau justru dari hati kita yang kelewat tinggi melihat diri?
Mungkin bukan sekedar kata-kata pedas, melainkan perlakuan buruk seseorang kepada kita. Bisa jadi mimik yang penuh cibiran, atau bahkan meludah sesaat setelah saling bertatapan. Atau sekedar diabaikan, itupun cukup membuat hati ini terluka. Tapi kesemua itu adalah hal-hal yang terkait dengan faktor di luar diri kita. Yang sejatinya kita memang tidak punya cukup kewenangan untuk mengubahnya. Jika bicara teritori- wilayah kewenangan kita, maka yang bisa kita ubah adalah sikap hati kita, saat serangan “eksternal” itu datang.
Suatu kata, sikap tidak sedap, cacian atau bahkan makian… tidak bisa membuat kita terluka, jika tidak ada penilaian diri yang berlebihan tentang betapa “mulia”nya diri kita ini. Sehinggga (menurut kita) tidak-lah layak, seorang se-mulia kita ini mendapat kata, sikap tidak sedap, cacian juga makian. Nah, jika ini masalahnya… kita bisa mengubahnya. Karena ini adalah masalah internal diri kita.
Mari kita coba, membedah akar masalah dari sakit hati ini… dengan pisau dingin akal sehat kita.
pertama; evaluasi ulang, jangan-jangan ada sikap kita (atau mungkin kata-kata kita)yang menjadi pemicu munculnya serangan eksternal itu.
kedua; jangan-jangan, bukan salah anggapan mereka… namun justru masalah ada di anggapan kita terhadap diri kita. Kita keterlaluan dalam memandang hebat diri kita. Cobalah terus merendah, pastikan kita tidak sekedar jongkok melainkan tiarap… biarkan saja ekspektasi orang lain terhadap kita begitu rendah; itu tidak masalah, karena justru akan menaikan nilai kita, ketika akhirnya kita buktikan, bahwa kita jauh lebih hebat dari ekspektasi mereka tersebut.
Sumber:
http://dhankthea.blogspot.com/2011/08/arti-sakit-hati.html
PENGERTIAN KEGELISAHAN
Di dunia ini tidak ada seorang manusia pun yang tidak merasakan kegelisahan. Kalau kita melihat seluruh makhluk yang hidup di muka bumi ini akan kita dapati bahwa manusia dengan tabiatnya senantiasa dipengaruhi oleh kompleksitas ketakutan yang menuntunnya ke ambang kegelisahan.
Orang-orang di sekeliling kita—bahkan dalam diri kita sendiri—, baik besar, kecil, laki-laki maupun perempuan, semuanya merasakan ketakutan atau kegelisahan; kegelisahan merupakan fenomena umum dan ciri khas yang hanya dimiliki manusia. Hal ini kiranya memerlukan semacam kesadaran dari kita guna memikirkan kiat-kiat untuk menghindarinya, paling tidak dengan itu kita bisa membayangkan kejadian-kejadian yang belum terjadi dan bagaimana cara menanggulanginya. Sebab pada hakikatnya kegelisahan merupakan reaksi natural terhadap faktor-faktor dan pengaruh-pengaruh internal maupun eksternal.
Tabiat kehidupan dunia adalah penderitaan, kesedihan dan kesusahan. Kondisi-kondisi yang meliputi manusia tidak pernah ‘kering’ dari kesedihan atas masalah yang telah dilalui, atau kegelisahan atas masalah yang sedang menghantui, atau kecemasan atas masalah yang akan diarungi. Ini sesuai dengan firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” [QS. al-Balad: 4]
Setiap orang, sesuai dengan kemampuannya masing-masing, berupaya mengekspresikan kegelisahannya sebagai akibat dari pengaruh-pengaruh emosional reaktif yang dikhayalkan akan mengancam kehidupan atau ketenangannya.
Tentu saja kegelisahan yang dialami setiap orang tidaklah sama, tergantung kepribadian, kebutuhan, keadaan, dan tanggung jawab masing-masing. Di samping kondisi masa kini serta tingkat keberagamaan mereka.
Di masa lalu, marabahaya yang ditakutkan berupa kelaparan, penyakit, perbudakan, peperangan dan bencana-bencana alam yang menggiring manusia kepada kegelisahan. Sementara saat ini terdapat banyak sekali motif yang menjadi pemicu ketakutan. Secara garis besar; seiring dengan komplikasi peradaban, cepatnya laju perkembangan teknologi dan sosial, sulitnya untuk beradaptasi dengan pembentukan budaya yang sangat mengejutkan, perubahan-perubahan besar yang terjadi pada alam atau negara-negara atau setiap individu dari kita, perselisihan dalam rumah tangga, sulitnya mewujudkan keinginan-keinginan pribadi karena godaan-godaan dan cobaan-cobaan hidup yang semakin kuat, lemahnya nilai-nilai keagamaan pada sebagian orang—yang mana ini merupakan faktor terpenting dan utama—, lahirnya banyak ideologi dan konflik, benturan pemikiran dan kebudayaan, bahkan enggannya sebagian orang untuk menjalankan ajaran-ajaran agama, munculnya upaya-upaya untuk menjauhkan agama dari kehidupan manusia serta ketidakjelasan tujuan, seiring dengan itu semua, kegelisahan datang menghimpit banyak orang sehingga ia menjadi penyakit jiwa yang umum terjadi dan sekaligus menjadi pemicu bagi timbulnya penyakit-penyakit jiwa lainnya.
Selain itu, bertambahnya tingkat ketergantungan terhadap dunia berikut materi-materinya telah menjadi ancaman terbesar bagi manusia, yang mana dia menjadi sasaran ‘empuk’ ketakutan dan kegelisahan.
Kegelisahan dan ketakutan yang terjadi secara berulang-ulang—seperti ditegaskan oleh banyak peneliti—akan berakumulasi di dalam diri manusia hingga meluap dan efek-efeknya dapat dirasakan oleh tubuh. Sebagaimana endapan lumpur yang terus-menerus mengikuti alur sungai untuk kemudian berakumulasi secara perlahan di dasarnya, dan ketika kuantitasnya melebihi daya tampung alur sungai tersebut, maka ia akan merubah alur sungai yang membawanya itu sehingga terjadilah banjir yang menyebarkan marabahaya dan kerugian.
Sumber:
http://yodi-adhari.blogspot.com/2010/04/pengertian-kegelisahan.html
PATAH HATI
Sebuah hati yang patah (atau patah hati) adalah umum metafora yang digunakan untuk menggambarkan intens rasa sakit emosional atau menderita salah satu merasa setelah kehilangan orang yang dicintai, baik melalui kematian , perceraian , perpisahan , pemisahan fisik atau romantis penolakan.
Patah hati biasanya berhubungan dengan kehilangan anggota keluarga atau pasangan , meskipun kehilangan seorang teman orang tua, anak, hewan peliharaan, kekasih atau menutup semua dapat “mematahkan hati seseorang”, dan itu sering dialami selama kesedihan dan dukacita. Frasa ini mengacu pada rasa sakit fisik seseorang mungkin merasa di dada sebagai akibat dari kerugian, meskipun juga oleh ekstensi mencakup trauma emosional kehilangan meskipun hal ini tidak dialami sebagai nyeri somatik. Meskipun “patah hati” biasanya tidak menyiratkan cacat fisik dalam hati, ada sebuah kondisi yang dikenal sebagai ” sindroma patah hati “atau Takotsubo cardiomyopathy, di mana kejadian trauma memicu otak untuk mendistribusikan bahan kimia yang melemahkan jaringan jantung.
Sumber:
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Broken_heart